Selasa, 03 April 2012

Profesi Kependidikan

MAKALAH
PROFESI KEPENDIDIKAN
 “PERKEMBANGAN ORGANISASI PROFESI KEGURUAN DI INDONESIA”







Oleh:
Arinda Santiniar
(NPM.10.601040.023)






JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2012



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Perkembangan Organisasi Keguruan di Indonesia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah    Profesi Kependidikan yang diasuh oleh Bapak Arief Ertha Kusuma, M.Pd
Dalam Penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Arief Ertha Kusuma, M.Pd selaku dosen pengampuh mata kuliah Profesi Kependidikan dan teman sebaya yang sedikit banyak membantu dalam dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari pula bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan yang mungkin saat ini belum dapat penulis sempurnakan. Maka dari itu dengan keikhlasan Penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang bertujuan untuk menjadi pelengkap makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
            Tarakan, 16 Maret 2012
Penulis,









DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................... ..... i
Daftar Isi......................................................................................................................... .... ii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... .... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... .... 3
2.1  Organisasi Kependidikan........................................................................... .... 3
2.2  Fungsi Organisasi Profesi Kependidikan................................................... .... 4
2.3  Tujuan Organisasi Profesi Kependidikan di Indonesia .................................. 4
2.4  Macam-Macam Organisasi Kependidikan di Indonesia............................. .... 6
BAB III : PEMBAHASAN.......................................................................................... .. 13
3.1  PGRI Organisasi Guru yang Menyejarah..................................................... 13
3.2  Memajuakan Organisasi................................................................................ 14
3.3  Perubahan Paradigma................................................................................ .. 15
3.4  Perkembangan Organisasi Kependidikan di Indonesia................................ 16
3.5  Perlunya Bersinergi....................................................................................... 19

BAB III : PENUTUP................................................................................................... .. 21
3.1     Simpulan.................................................................................................... 21
3.2     Saran.......................................................................................................... 22

Daftar Pustaka................................................................................................................ .. 23



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Dalam  Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem  Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha  sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk  memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20 ayat (b) mengamanatkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pernyataan undang-undang di atas pada intinya mempersyaratkan guru untuk memiliki: (i) kualifikasi akademik minimum S1 atau D-IV; (ii) kompetensi sebagai agen pembelajaran yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (iii) sertifikat pendidik. Undang-undang ini diharapkan memberikan suatu kesempatan yang tepat bagi guru untuk meningkatkan profesionalismenya secara berkelanjutan melalui pelatihan, penelitian, penulisan karya ilmiah, dan kegiatan profesional lainnya. Kegiatan tersebut sangat dimungkinkan dilaksanakan di Kelompok Kerja Guru (KKG), atau di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), mengingat wadah ini dijadikan sebagai tempat melakukan pertemuan bagi guru kelas atau guru mata pelajaran sejenis.
Berdasarkan batasan ini artinya, kumpulan profesional kependidikan dipandang perlu untuk membentuk suatu organisasi profesi dan mempunyai andil di dalam organisasi tersebut.
Banyak hal yang bermanfaat bagi penyandang profesi kependidikan dari organisasi profesinya sendiri. Sebab itu, dipandang penting untuk dibahas.



1.2              Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakan organisasi profesi keguruan  di atas, dapat kita ambil masalah-masalah yang mendasar terhadap organisasi profesi keguruan, antara lain:
1.      Menjelaskan konsep organisasi kependidikan!
2.      Menjelaskan perkembangan organisasi kependidikan dewasa ini!
3.      Menjelaskan sejarah organisasi PGRI!

1.3              Tujuan  Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar guru sebagai pendidik mampu memberikan layanan pendidikan atau melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai kemampuan dan kapasitasnya masing-masing, sehingga terwujud organisasi profesi yang baik dan bermutu.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Organisasi Profesi Kependidikan
Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai  individu.
Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/kependidikan telah banyak mengalami diferensiasi dan diversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya diferensiasi dan diversifikasi profesi kependidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (6) bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,”
Beberapa organisasi profesi kependidikan di indonesia, disamping PGRI, yang sudah rilatif berkembang pesat diantaranya Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Organisasi ini beranggotakan para sarjana pendidikan dari berbagai bidang pendidikan, yang didalamnya mempunyai sejumlah himpunan sejenis seperti Himpunan Sarjana Pendidikan Biologi, Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa dan sebagainya. Organisasi lain yang sudah lebih berkembang ialah Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dulu bernama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Organisasi apapun yang di bentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah memberi manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan profesional, melindungi anggota dalam melaksanakan layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan malpraktek dari layanan profesional. (santori, djam’an, 6.22: 2009)

2.2       Fungsi Organisasi Profesi Kependidikan
Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai berikut:
1.      Fungsi pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk suatu organisasi keprofesian. Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
2.      Fungsi peningkatan kemampuan profesional
Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan” peraturan pemerintah tersebut menunjukan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989 : pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.”

2.3              Tujuan Organisasi Profesi Kependidikan di Indonesia
Salah satu tujuan organisasi ini adalah mempertinggi kesadaran sikap, mutu dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru.
Sebagaimana dijelaskan dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61, ada lima misi dan tujuan organisasi kependidikan, yaitu: meningkatkan dan/atau mengembangkan (1) karier, (2) kemampuan, (3) kewenangan profesional, (4) martabat, dan (5) kesejahteraan seluruh tenaga kependidikan. Sedangkan visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
-          Meningkatkan dan/atau mengembangkan karier anggota, merupakan upaya dalam mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang dimaksud adalah perwujudan diri seorang pengemban profesi secara bermakna, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktivitas. Organisasi profesi berperan sebagai fasilitator dan motifator terjadinya peningkatan karier setiap anggota. Adalah kewajiban organisasi profesi kependidikan untuk mampu memfasilitasi dan memotifasi anggotanya mencapai karier yang diharapkan sesuai dengan tugas yang diembannya.
-          Meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal. Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profsi akan memiliki kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya.
-          Meningkatkan dan/atau mengembangkan kewenangan profesional anggota, merupakan upaya para profsional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan kemampuannya. Organisasi profesi keendidikan bertujuan untuk megembangkan dan meningkatkan kemampuan kepada anggotanya melalui pendidikan atau latihan terprogram.
-          Meningkatkan dan/atau mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain dan tidak melakukan praktik melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan memasuki organisasi profesi kependidikan anggota sekaligus terlindungi dari perlakuan masyarakat yang tidak mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang disepakati.
-          Meningkatkan dan/atau mengembangkan kesejahteraa, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Dalam teori Maslow, kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi. Banyak kiprah organisasi profesi kependidikan dalam meningkatkan kesejahteraan anggota. Asprasi anggota melalui organisasi terhadap pemerintah akan lebih terindahkan dibandingkan individu.

2.4              Macam-Macam Organisasi Kependidikan di Indonesia
a.             Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
Cikal bakal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)  diawali pada 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di sekolah desa dan sekolah rakyat angka dua. Namun, tidak menghalangi mereka rukun bersama.
Pada 1932 PGHB berubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengagetkan pemerintah kolonial Belanda. Sebab, istilah Indonesia mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi kolonial Belanda. Sebaliknya, kata Indonesia ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa ini. Saat bala tentara Jepang menguasai Indonesia, semua organisasi termasuk PGI dilarang tumbuh berkembang.
Seratus hari pasca proklamasi tepatnya 24 dan 25 November 1945, guru-guru pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam PGI berkongres di Surakarta. Melalui kongres inilah, PGI bermetamorphosis menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Sebagai wujud apresiasi positif pemerintah Orde Baru kepada guru, Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 78/1994 menetapkan hari lahir PGRI sebagai Hari Guru Nasional.
Kini, PGRI sudah tidak muda lagi. Kemampuan dan kekuatan yang ada mulai menurun. Sementara permasalahan-permasalahan guru dan pendidikan makin dinamis dan sporadis. Sangat wajar,  jika pemerintahan Era Reformasi menerbitkan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Di mana dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 41 ayat 1 menegaskan guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen. UU No. 14/2005 ini menjadi landasan hukum guru-guru muda berjiwa progresif revolusioner dan anti kemapanan, secara sadar terorganisir mendeklarasikan organisasi profesi guru, baik bersifat lokal maupun nasional.
Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.
Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembagkan kemampuan profesinya.
-       Misi politis-teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalisme, yaitu komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara, yaitu pancasila. Itu sesungguhnya misi politis-ideologis PGRI, yang dalam perjalanannya dikhawatirkan terjebak dalam area polotik praktis sehingga tidak dipungkiri bahwa PGRI harus pernah menelan pil pahit, terperangkap oleh kepanjangan tangan orde baru.
-       Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peraturan keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode etik kejelasan sruktur organisasi sangatlah diperlukan.
Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Kalau demikian, sesunguhnya PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki kekuatan dan mengakar diseluruh penjuru indonesia. Artinya, PGRI memiliki potensi besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan negara.
b.            Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya.Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.
Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang telah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.
c.             Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
Sejarah perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam kegiatan pendidikan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis. Pada tahun 1964, lahir Kurikiulum SMA Gaya Baru, dengan keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini tidak berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang profesional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang sekarang dikenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB).
Setelah dirintis dalam dekade 60-an, bimbingan dicoba penataannya dalam dekade 70-an. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) membawa harapan baru pada pelaksanaan bimbingan di sekolah karena staf bimbingan memegang peranan penting dalam sistem sekolah pembangunan. Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se-Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini.
-          Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
-          Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.
-          Meingatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu:
-          Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling;
-          Peningkatan layanan bimbingan dan konseling;
-          Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lin, baik dalam maupun luar negeri; dan
-          Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).
Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975) sebagai berikut ini.
-          Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau penerbitan lain.
-          Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya.
-          Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya.
-          Penelitian di bidang bimbingan.
-          Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis.
-          Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.
Setelah melalui penataan, dalam dekade 80-an, bimbingan diupayakan agar lebih mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang profesional. Upaya-upaya dalam dekade ini lebih mengarah pada profesionalitas yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini adalah penyempurnaan kurikulum dari Kurikulum 1975 ke Kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984, telah dimasukkan bimbingan karier di dalmnya. Usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang.
Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya, pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.
d.            KKG
Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam meningkatkan profesional guru dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah adalah Kelompok Kerja Guru (KKG). Menurut Dirjen Dikdasmen tahun 1996/1997 Kelompok kerja guru (KKG) adalah kelompok kerja yang berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan, penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru murid, metode mengajar, dan lain lain yang berfokus pada penciptaan kegiatan belajar mengajar yang aktif.
KKG merupakan organisasi guru yang dibentuk untuk menjadi forum komunikasi yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari di lapangan. Organisasi ini pertama kali lahir dibidani oleh PEQIP dan SEQIP. Setelah PEQIP dan SEQIP selesai, tampaknya KKG masih cukup melekat di hati para guru.
Kelompok Kerja Guru, adalah suatu organisasi profesi guru konon yang bersifat struktural yang dibentuk oleh guru-guru di Sekolah Dasar, di suatu wilayah atau gugus sekolah sebagai wahana untuk saling bertukaran pengalaman guna meningkatkan kemampuan guru dan memperbaiki kualitas pembelajaran.
Dari pengertian tersebut di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kelompok kerja guru adalah ajang perkumpulan untuk membicarakan masalah masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar sehingga guru tersebut lebih profesional dan meningkatkan mutu dari proses pembelajaran itu sendiri
Oleh karena itu, pemberdayaan KKG sangat dimungkinkan untuk menjadi wahana yang efektif untuk meningkatkan kinerja para guru di lapangan. Tentu saja, diperlukan reformasi organisasi dan manajemen KKG agar organisasi ini memiliki kemampuan untuk menjadi wadah yang efektif untuk meningkatkan mutu dan kinerja guru di daerah.
Tujuan organisasi Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu :
-                      Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi guru.
-                      Memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di sekolah.
-                      Meningkatkan pemahaman, keilmuan, keterampilan serta pengembangan sikap profesional berdasarkan kekeluargaan dan saling mengisi (sharing).
-                      Meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (Pakem).
Melalui KKG dapat dikembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan mengajar, seperti yang di ungkapkan Turney (Abin, 2006), bahwa keterampilan mengajar guru sangat memengaruhi terhadap kualitas pembelajaran di antaranya; keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil dan perorangan.
e.             MGMP
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
Musyawarah Guru Mata Pelajaran sama halnya dengan KKG, merupakan suatu organisasi guru yang dibentuk untuk menjadi forum komunikasi yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari di lapangan. MGMP berada di tingkat sekolah lanjutan, baik SLTP maupun SLTA.
Musyawah Guru Mata Pelajaran, awalnya disebut Musyawarah Guru Bidang Studi, adalah suatu organisasi profesi guru yang bersifat non struktural yang dibentuk oleh guru-guru di Sekolah Menengah (SLTP atau SLTA) di suatu wilayah sebagai wahana untuk saling bertukaran pengalaman guna meningkatkan kemampuan guru dan memperbaiki kualitas pembelajaran.
Selain ditingkat komisariat, MGMP pun memilki wadah yang lebih luas ditingkat kabupaten atau kota. Hal ini untuk lebih mencakup permasalahan-permasalahan yang ada pada guru secara meluas sehingga kesenjangan yang ada pada guru lebih kecil, dan mereka dapat lebih mengetahui permasalahan dan solusinya dari hasil pertemuan kelompok kerja tersebut secara menyeluruh.







BAB III
PEMBAHASAN

3.1              PGRI Organisasi Guru yang Menyejarah
Pada era Orde Baru, organisasi guru diidentikkan dengan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Pada masa itu, PGRI dapat dikatakan satu-satunya organisasi guru yang diakui pemerintah. Posisi guru saat itu sangat lemah, digaji rendah pun tidak ada yang menentang.  Selain itu, guru tidak berani secara terbuka mengkritisi kebijakan pemerintah. Hal ini bisa dipahami. Dalam beberapa kasus, guru yang kritis dimutasi ke daerah terpencil atau turun pangkat. Akibatnya, banyak guru memilih diam.Bahkan dalam berpolitik pun, guru (khususnya PNS yang seharusnya netral) pada masa itu digiring untuk memilih salah satu partai politik tertentu.
Tetapi setelah reformasi, bermunculah beberapa organisasi guru. Misalnya Federasi Guru Independen Indonesia, Persatuan Guru Karyawan Swasta Indonesia, Figurmas, Persatuan Guru Tidak Tetap Indonesia, Forum Guru Tidak Tetap Indonesia, Serikat Guru Jakarta, Forum Tenaga Honorer Negeri Indonesia, Forum Ilmiah Guru dan masih banyak lagi. Bahkan di setiap daerah bermunculan organisasi guru, baik yang menamakan dirinya persatuan, ikatan atau forum guru.
Dalam pengamatan penulis, latar belakang kemunculan berbagai organisasi guru tersebut dikarenakan beberapa hal. Pertama, belum tertampungnya aspirasi guru dalam wadah organisasi yang sudah ada. Sebelum dekade 2000-an, banyak guru menganggap PGRI terlalu menganakemaskan guru negeri. Akibatnya, guru swasta merasa dianaktirikan, sehingga lahirlah organisasi guru swasta.
Selain itu, PGRI dianggap sebagai kepanjangan tangan birokrasi untuk menekan guru (Darmaningtyas: 2007). Bahkan seorang teman anggota PGRI mengeluh, setiap bulan gajinya dipotong untuk iuran bulanan, tetapi dia tidak tahu bagaimana masalah pertanggungjawabannya.

Sebenarnya jumlah uang yang dipotong tidak seberapa. Tetapi jika dikalikan dengan seluruh anggota, tentu akan menjadi jumlah yang sangat besar. Meskipun dalam beberapa hal, PGRI sekarang sudah melakukan pembenahan dalam memperjuangkan peningkatan profesionalisme guru.
Pemerintah saat itu mengarahkan organisasi guru hanya satu, untuk memudahkan dalam mengontrolnya. Seiring dengan perubahan waktu, saat ini telah banyak berdiri organisasi guru. Dalam hal penyampaian pendapat, guru yang melakukan demonstrasi di masa itu dianggap tabu. Sekarang, demonstrasi dianggap hal biasa dalam memperjuangkan nasib guru.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya organisasi profesi. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD). Dalam Pasal 14 1 (h) disebutkan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
Tetapi dalam praktiknya masih saja birokrat pendidikan sekarang yang secara terselubung mewajibkan kepada guru untuk bergabung ke salah satu organisasi guru tertentu, khususnya yang berstatus pegawai negeri sipil. Padahal ini jelas melanggar UUGD.
3.2              Memajukan Profesi
Kedudukan guru sekarang makin berat, terutama jika dibandingkan sebelum adanya UUGD. Saat ini guru diposisikan sebagai tenaga profesional yang berfungsi meningkatkan martabat, dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (UUGD Pasal 2 ayat 1). Karenanya, guru dituntut untuk selalu terus meningkatkan kualitas kompetensinya.
Salah satu cara meningkatkannya adalah melalui organisasi profesi guru. Dalam UUGD Pasal 41 (2) disebutkan, organisasi profesi berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dari pasal itu dapat dikatakan, keberadaan organisasi profesi akan meningkatkan profesionalisme guru. Karena di sana ada interaksi antarguru untuk memikirkan bagaimana meningkatkan profesionalismenya secara terus-menerus.
Dalam organisasi profesi guru, tidak ada perbedaan antara guru yang sudah lulus sertifikasi dan yang belum mengikuti / belum lulus sertifikasi. Secara teori, guru yang sudah lulus uji sertifikasi dapat dikatakan sebagai guru profesional. Tetapi bukan berarti tak perlu organisasi profesi guru.
Bahkan guru yang sudah lulus harus membuktikan dirinya sebagai guru yang benar-benar profesional dengan terus berinovasi dalam pembelajaran atau meng-update pengetahuan dalam pendidikan.
Salah satu cara untuk selalu meningkatkan profesi guru adalah menjadi anggota profesi guru, termasuk di dalamnya guru yang belum mengikuti uji sertifikasi. Tidak salah kalau dalam UUGD Pasal 41 (3) mewajibkan setiap guru untuk mengikuti organisasi profesi guru.
3.3              Perubahan Paradigma
Memang, payung hukum untuk mewajibkan setiap guru mengikuti organisasi profesi perlu ada. Tetapi juga perlu penyadaran kepada guru tentang manfaat mengikuti organisasi itu. Selama ini, berdasarkan pengamatan penulis, guru mengikuti organisasi profesi lebih mengedepankan memenuhi kewajiban. Akibatnya, mereka hanya sekedar ikut-ikutan, bahkan ada yang terpaksa. Idealnya, bergabung dengan organisasi guru benar-benar menjadi sebuah kebutuhan untuk mengembangkan profesinya.
Melihat kenyataan di atas, perlu ada perubahan paradigma dalam pengembangan organisasi profesi guru. Pertama, perubahan manajemen profesi guru. Selama ini guru hanya dianggap sebagai objek para petinggi organisasi.
Kedua, birokrat pendidikan. Dalam organisasi profesi guru, seharusnya birokrat pendidikan berlaku adil kepada seluruh organisasi profesi guru yang ada.Jangan sampai dengan masuknya birokrat pendidikan ke dalam kepengurusan organisasi profesi guru akan memandang sebelah mata organisasi profesi guru lain. UUGD menjamin kebebasan guru untuk berserikat dalam organisasi profesi.
Selain itu, birokrat pendidikan dan pemerintah harus memberi otonomi penuh kepada semua organisasi profesi dalam mengelolanya. Jangan sampai mengintervensi ketika ada guru yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, lalu dimutasi atau diturunkan pangkatnya. Kalau ada kasus seperti itu, maka guru dan organisasi profesi harus berdialog.
Ketiga, dari pihak guru. Menurut Paul Suparno (2004), reformasi pendidikan di Indonesia berjalan sangat lambat. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Banyak guru tidak suka perubahan. Guru sudah puas dengan tugas sehari-hari di kelas, sehingga ketika ada perubahan dalam pendidikan justru menjadi kaget dan bingung.
Kondisi ini tidak sertamerta disalahkan kepada guru, karena selama 32 tahun mereka ditempatkan sebagai robot yang harus melaksanakan perintah atasannya. Meminjam istilah Giroux (1988), guru itu seharusnya seorang intelektual transformatif. Seorang intelektual yang dapat ikut merubah suasana dan keadaan, serta menjadi agen perubahan masyarakat lewat anak didik yang dibantu secara kritis (Paul Suparno: 2004).
Untuk menjadi guru yang intelektual tranformatif, salah satunya bisa dilakukan dengan mengikuti organisasi profesi guru. Dari ketiga hal di atas, kalau semua pihak terkait mau dan mampu merubah paradigmanya, bukan tidak mungkin fungsi organisasi guru seperti diamanatkan dalam UUGD akan tercapai.
3.4              Perkembangan Organisasi Kependidikan di Indonesia
Angin reformasi 1998, 14 tahun silam berhembus kencang ke semua lini. Tidak hanya dunia politik yang terkena dampaknya, dengan menjamurnya partai politik, juga berimbas kepada dunia pendidikan terutama organisasi guru. Kalau dulu para guru diwadahi oleh organisasi PGRI. Maka kini, bak cendawan di musim penghujan bermunculan organisasi yang mengatasnamakan guru.
Fenomena lahirnya berbagai wadah guru itu tidak lepas dari payung hukum yang manaunginya. UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pada bagian kesembilan tentang Organisasi Profesi dan Kode Etik pasal 41 berbunyi : (1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen, (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. (3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi. (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Selanjutnya pada pasal 42 ditegaskan organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a) menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b) memberikan bantuan hukum kepada guru; c) memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota;d) melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan e) memajukan pendidikan nasional.
Jadi, sudah jelas bahwa aturan itu membolehkan para guru untuk membentuk dan mengikuti organisasi guru apa saja. Tidak ada satu kalimat pun yang mengharuskan guru untuk menjadi anggota organisasi profesi tertentu, termasuk PGRI. Dalam implementasinya, kita dapat melihat, pemerintah dalam hal ini kemdiknas atau kemdikbud memberi ruang yang begitu luasnya kepada para guru untuk membentuk organisasi baru. Contoh yang terkini dihadirinya kongres IGI oleh mendiknas dan pembentukan FSGI yang dibuka wamendiknas.
-          Dari Organisasi Guru Lokal Hingga Nasional
Berdasarkan referensi yang telah saya baca, ada lebih dari tiga puluh organisasi guru yang ada saat ini. Memang, ada yang betul-betul eksis dan ada pula yang hanya sekedar papan nama. Organisasi guru yang dimaksud adalah organisasi yang menggunakan kata guru, beranggotakan guru dan memiliki tujuan meningkatkan profesi dan kesejahteraan para guru.
1. Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas)
2. Asosiasi Guru Nangroe Aceh Darrusalam (Asgu-NAD)
3. Ikatan Guru Honorer Indonesia (IGHI) Padang-Sumbar
4. Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung
5. Jakarta Teachers Club (JTC)-Jakarta
6. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Kota Bandung
7. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Kabupaten Bandung
8. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Subang
9. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Purwakarta
10. Forum Aspirasi Guru Independen (FAGI) Sumedang
11. Forum Komunikasi Guru Tangerang (FKG)
12. Forum Guru-Guru Garut (FOGGAR)
13. Forum Guru Tasikmalaya (FGT)
14. Solidaritas Guru Semarang (Sogus)
15. Forum Komunikasi Guru Kota Malang (Fokus Guru)
16. Perhimpunan Guru Tidak Tetap (PGTTI) Kediri
17. Aliansi Guru Nasional Indonesia (AGNI) Jawa Timur
18. Perhimpunan Guru Mahardika Indonesia (PGMI)-Lombok
19. Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI) Jakarta
20. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
21. Asosiasi Guru Sains Indonesia (AGSI)
22. Asosiasi Guru Ekonomi Indonesia (AGEI)
23. Asosiasi Guru Otomotif Indonesia (AGTOI)
24. Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI)
25. Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGMI)
26. Asosiasi Guru PENULIS Indonesia (AGUPENA)
27. Persaudaraan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI)
28. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
29. Persatuan Guru Honor Indonesia (PGHI)
30. Federasi Guru Independen Indonesia (FGII)
31. Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI)
32. Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI)
33. Ikatan Guru Indonesia (IGI)
34. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)
35. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI)
Apakah dengan maraknya organisasi tersebut menunjukkan bahwa PGRI selama ini kurang berperan? Maka di sini ada dua kemungkinan jawaban. Bisa ya, bisa pula tidak. Pertama, munculnya organisasi baru itu bisa jadi sebagai indikasi karena melihat PGRI selama ini kurang optimal dalam memerankan dirinya sebagai organisasi profesi yang menaungi para guru. PGRI dinilai masih belum fokus dalam meningkatkan mutu dan kualitas para guru. PGRI masih saja bergerak di tataran politis kebijakan, di mana para elite-nya banyak yang menjadi anggota DPD dan pejabat. Ada semacam keprihatinan dari sebagian para guru terhadap kinerja pengurus PGRI yang ditengarai belum optimal. Sehingga kemudian mereka membentuk organisasi sendiri. Apalagi pemerintah memang memberi peluang dan kesempatan yang luas untuk hal itu.
Kedua, jawabannya tidak. Mengingat PGRI selama ini telah banyak berkiprah untuk membenahi dan memperjuangkan kepentingan para guru. Bentuk riil yang berhasil dihasilkan PGRI menurut referensi yang telah saya baca diantaranya yaitu berjuang untuk mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen, UU Guru dan Dosen, Program Sertifikasi Guru dalam Jabatan, PP Tentang Guru, Kesejahteraan Guru dan Peningkatan Profesi Guru. Semua itu merupakan investasi besar PGRI untuk para guru. Hanya saja, persoalan guru dan pendidikan sedemikian kompleks sehingga PGRI rupanya belum mampu memerankan semuanya secara optimal.
3.3       Perlunya Bersinergi
Akhirnya memiliki organisasi tunggal dalam wadah PGRI sepertinya sudah tidak mungkin karena aturan main (rule of the game) mendorong guru memiliki banyak organisasi. Mungkin yang perlu dilakukan organisasi guru yang ada adalah saling bersinergi untuk mewujudkan guru Indonesia yang profesional, bermartabat, berkualitas dan terlindungi. Janganlah organisasi guru itu jalan masing-masing dan hanya ingin menunjukkan ego organisasinya karena akan membuat guru lemah dan tercerai berai. Bahkan bisa terjadi antara satu dengan yang lainnya saling menjatuhkan. Organisasi guru satu seolah ingin lebih hebat dan eksis.Bahkan ada kecenderungan yang melemahkan organisasi lainnya.
Melihat munculnya berbagai organisasi profesi yang mengatasnamakan guru meskipun memiliki visi dan misi yang sama ada baiknya  PGRI dan organisasi profesi guru lainnya, duduk bersama merumuskan kesepakatan, membangun komitmen meningkatkan kualitas pendidikan dan harkat guru. Ada tiga masalah utama, yang harus diselesaikan oleh PGRI dan organisasi guru lain. Penyelesaian ini bisa dilakukan secara bersama-sama, atau antara PGRI dan organisasi profesi guru lainnya cukup koordinasi berbagi tugas, menyelesaikan persoalan-persoalan yang terus berkembang.
Satu hal yang juga penting adalah, organisasi guru (apapun bentuk dan namanya) mestinya bukan tempat pelarian para tokoh, pejabat & mantan pejabat, politisi dan pensiunan untuk berorganisasi. Bukan pula tempat untuk penyucian dosa agar dilihat bermanfaat bagi masyarakat. Atau arena bagi mereka yang orientasinya ingin populer dan dikenal oleh publik. Organisasi profesi guru harus menyentuh urat nadi para pendidik di republik ini. Bukan lagi arena politis untuk menyiapkan seseorang menjadi kepala sekolah, kepala dinas pendidikan atau anggota legislatif. Pelibatan guru sampai pada tingkat grass root mutlak adanya, bukan sekedar menarik iuran-iuran wajib yang akhirnyapun dikorupsi. Organisasi guru adalah kumpulan para resi yang tak lagi bertapa di kahyangan, namun sudah turun ke dunia nyata untuk membereskan kerusakan moral anak bangsa.









BAB IV
PENUTUP
4.1       Kesimpulan
Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai  individu. Organisasi apapun yang di bentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah memberi manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan profesional, melindungi anggota dalam melaksanakan layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan malpraktek dari layanan profesional. Sebagaimana yang tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61, ada lima misi dan tujuan organisasi kependidikan, yaitu: meningkatkan dan/atau mengembangkan (1) karier, (2) kemampuan, (3) kewenangan profesional, (4) martabat, dan (5) kesejahteraan seluruh tenaga kependidikan. Sedangkan visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
Sangat banyak organisasi profesi yang mengatasnamakan guru, manurut referensi yang saya baca, ada 35 organisasi yang mengatasnamakan guru. Hal ini terjadi akibat sebelum adanya reformasi, PGRI dirasa kurang mampu menjunjung tinggi hak-hak para guru, sedangkan guru selalu menjalankan kewajibannya mulai dari pembayaran iuran bulanan, harus memilih salah satu partai politik, dan selalu menuruti doktrin yang diberikan oleh PGRI pun telah dilakukan oleh para guru. Akan tetapi, hak-hak yang dimiliki guru tidak ada terpenuhi. Mulai dari gaji guru yang sangat kecil dan juga harus dipotong dengan iuran bulanan PGRI. Adanya doktrin yang bersifat mengekang, mengikat, dan sangat memaksa itulah yang menyebabkan berdirinya berbagai organisasi keguruan.
Setelah reformasi merupakan panen hasil yang telah ditanam bertahun-tahun lamanya bagi para guru. Atas jasa PGRI, guru merasakan puas serta terbayarlah jirih payah mereka selama ini. Adanya jumlah gaji yang dirasa cukup, bukan kekurangan lagi. Guru merasa adanya keterbukaan dengan PGRI dan saat ini tidak ada lagi penekanan terhadap pemilihan partai politik. Semua itu adalah perjuangan PGRI untuk menjunjung hak-hak para guru.

4.2       Saran
1.         Kepada struktural organisasi yang menaungi organiasi guru, agar bisa lebih berperan aktif dalam pembinaan, pengawasan, merangkul para guru dan mendengar keluh kesah para guru. Sehingga guru merasa puas terhadap jirih payah yang mereka raih selama ini. Dan guru tidak merasa pekerjaan yang ia lakukan adalah pekerjaan  yang sia-sia
2.         Organisasi guru (apapun bentuk dan namanya) mestinya bukan tempat pelarian para tokoh, pejabat & mantan pejabat, politisi dan pensiunan untuk berorganisasi. Atau arena bagi mereka yang orientasinya ingin populer dan dikenal oleh publik. Organisasi profesi guru harus menyentuh urat nadi para pendidik di republik ini. Bukan lagi arena politis untuk menyiapkan seseorang menjadi kepala sekolah, kepala dinas pendidikan atau anggota legislatif. Pelibatan guru sampai pada tingkat grass root mutlak adanya, bukan sekedar menarik iuran-iuran wajib yang akhirnyapun dikorupsi. Organisasi guru adalah kumpulan para resi yang tak lagi bertapa di kahyangan, namun sudah turun ke dunia nyata untuk membereskan kerusakan moral anak bangsa.
3.                  Melihat munculnya berbagai organisasi profesi yang mengatasnamakan guru meskipun memiliki visi dan misi yang sama ada baiknya  PGRI dan organisasi profesi guru lainnya, duduk bersama merumuskan kesepakatan, membangun komitmen meningkatkan kualitas pendidikan dan harkat guru. Ada tiga masalah utama, yang harus diselesaikan oleh PGRI dan organisasi guru lain. Penyelesaian ini bisa dilakukan secara bersama-sama, atau antara PGRI dan organisasi profesi guru lainnya cukup koordinasi berbagi tugas, menyelesaikan persoalan-persoalan yang terus berkembang.





DAFTAR PUSTAKA

Sarwoedy,1/05/11, ORGANISASI PROFESI KEGURUAN,(online), http://sarwoedy09320036.wordpress.com/2011/05/01/organisasi-profesi-keguruan/,12 /03/12.

IPTEK, 25/04/11, Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Amerika Serikat dan di Indonesia, (online),http://iptekdakhlan.blogspot.com/2011/04/sejarah-perkembangan-bimbingan-dan.html,13/03/12.


radarlampung,29 /11/11, PGRI dan Organisasi Guru ,(online),http://radarlampung.co.id/read/opini/43575-pgri-dan-organisasi-guru,13 /03/12.



syadia,19/01/10, Kode Etik Guru di Indonesia, (online), http://syadiashare.com/kode-etik-guru-di-indonesia.html, 13/03/12.



Harfa ,1/11/09, ORGANISASI PROFESI KEPENDIDIKAN, (online), http://maktabatelfauzy.wordpress.com/2009/11/01/organisasi-profesi-kependidikan/,13/03/12.


pakgalih on 7/04/09, Organisasi Profesi Guru, (online),http://pakgalih.wordpress.com/2009/04/07/organisasi-profesi-guru/, 15/03/12.

meidiana,4/06/10, PERAN ORGANISASI PROFESI,(online), http://staff.undip.ac.id/psikfk/meidiana/2010/06/04/peran-organisasi-profesi/, 15/03/12.


Ispi,31/07/10,Mengoptimalkan Organisasi Profesi Guru,(online), http://www.ispi.or.id/2010/07/31/mengoptimalkan-organisasi-profesi-guru/,16/03/12.

Shvoong, 29/01/12,Organisasi Profesi Guru,(online),http://id.shvoong.com/books/dictionary/1968825-organisasi-profesi-guru/,17/03/12


affandi, 5/05/10,mgmp tak lekang jaman,(online), http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/05/mgmp-tak-lekang-jaman/,17/03/12.

Aris wahyu, 07/11,Peranan Kelompok kerja (KKG,MGMP,KKKS,MKKS,KKPS,MKPS ) DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN,(online),http://ariswahyu.blogspot.com/2011/07/peranan-kelompok-kerja-kkg-mgmp-kkks.html, 17/03/12.


Apugena,12/11/11,PGRI dan Fenomena “Maraknya” Organisasi Guru, (online),http://agupenajateng.net/2011/11/12/pgri-dan-fenomena-maraknya-organisasi-guru/,17/03/12.

Drs. HM. YUNUS,5/10/10, Rambu-Rambu KKG MGMP, (online),http://m-yunus.com/page/28008/ramburambu-kkg-mgmp.html,16/03/12.


Andreas Susilo Eko P,9 /01/12 ORGANISASI PROFESI GURU, (online),http://andreassusiloeko.blogspot.com/2012/01/organisasi-profesi-guru.html,16/03/12.

Cahyadi tarakiawan , 07 /12/11, Perjuangan Panjang Para Guru, (online), http://sosbud.kompasiana.com/2011/12/07/perjuangan-panjang-para-guru/,17/03/12.

satriwan, 19/08/11,Organisasi Guru (Pilihan Antara PGRI, FGII, IGI atau FSGI)


Satriwan, S.Pd,19/12/12,Organisasi Guru (Pilihan Antara PGRI, FGII, IGI atau FSGI),(online),http://www.labschool-unj.sch.id/smajkt/publikasi.php?action=artikel&id=1325,17/03/12.

Izaskia,22/05/10,Organisasi Profesi Guru : Antara PGRI dan IGI, (online),http://izaskia.wordpress.com/2010/05/22/organisasi-profesi-guru-antara-pgri-dan-igi/,17/03/12.


Kuning hijau, 14/03/11, Konsep Profesi Kependidikan,(online),http://kuninghijau.wordpress.com/2011/03/14/konsep-profesi-kependidikan/,17/03/12.


sopwanhadi ,28/02/10, MAKALAH PROFESI KEGURUAN ,(online),http://sopwanhadi.wordpress.com/2010/02/28/makalah-profesi-keguruan/,MAKALAH PROFESI KEGURUAN,17/03/12.


republika,24/11/11, PGRI tak Ingin Guru Terkotak-kotak,(online),http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/11/24/lv6adl-pgri-tak-ingin-guru-terkotakkotak,16/03/12.


Hartoto, 10/16/2009, Catatan buat PGRI Sulsel, (online),http://fatamorghana.wordpress.com/2009/10/16/catatan-buat-pgri-sulsel/,16/03/12.


Jurnalmetro,14/12/10, Indonesia Butuh Organisasi Guru yang Kuat dan Independen

ariswahyu ,07/2011,PERANAN KELOMPOK KERJA (KKG, MGMP, KKKS, MKKS, KKPS, MKPS) DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN, (online), http://ariswahyu.blogspot.com/2011/07/peranan-kelompok-kerja-kkg-mgmp-kkks.html,16/03/12.





1 komentar: